KOTABARU — Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Kalimantan Selatan menyampaikan hasil evaluasi perencanaan dan penganggaran Pemerintah Kabupaten Kotabaru Tahun Anggaran 2025 dalam audiensi resmi yang digelar di Aula Bamega, Kantor Bupati Kotabaru, Kamis (12/6/2025).
Kegiatan yang dimulai pukul 09.00 WITA ini dihadiri unsur pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), auditor BPKP, serta para kepala unit teknis di lingkungan Pemkab Kotabaru. Sekretaris Daerah (Sekda) Eka Saprudin membuka acara mewakili Bupati Kotabaru H. Muhamad Rusli.
Dalam sambutannya, Sekda menekankan pentingnya evaluasi ini sebagai bagian dari komitmen mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel.
“Hasil evaluasi ini harus kita jadikan panduan dalam memperbaiki kebijakan, khususnya di lima sektor prioritas pembangunan kita,” ujarnya, merujuk pada sektor pengentasan kemiskinan, penurunan stunting, kesehatan, pendidikan, dan pemberdayaan UMKM.
Sekda juga menekankan perlunya mempertimbangkan isu-isu strategis dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), seperti program makan bergizi gratis, koperasi merah putih, dan sekolah rakyat, agar kebijakan pembangunan menyentuh kebutuhan dasar masyarakat.
51,5% Anggaran Sektor Prioritas Berpotensi Tidak Efektif
Kepala Perwakilan BPKP Kalimantan Selatan, Ayi Riyanto, dalam paparannya mengungkapkan bahwa dari total anggaran lima sektor prioritas sebesar Rp1,4 triliun, terdapat Rp764,8 miliar atau 51,5% yang berpotensi tidak efektif. Selain itu, sekitar Rp42,2 miliar (2,85%) dinilai tidak efisien.
Evaluasi menunjukkan bahwa banyak program disusun tanpa keterkaitan yang kuat antara perencanaan jangka menengah dan pendek. Selain itu, indikator kinerja program cenderung bersifat kuantitatif, bukan kualitatif.
“Kami melihat masih banyak indikator yang hanya menghitung jumlah, seperti anak yang bersekolah, tanpa mengukur kualitas pendidikan itu sendiri,” terang Ayi Riyanto.
Ia juga menyoroti tingginya angka pengangguran terbuka di Kotabaru yang bahkan melampaui angka kemiskinan, sebagai dampak dari kurangnya efektivitas kebijakan pembangunan.
Ketidaksesuaian Program dan Kurangnya Intervensi Langsung
BPKP juga menemukan ketidaksesuaian antara judul program dan implementasinya di lapangan. Salah satu contohnya adalah program penanggulangan stunting, di mana anggaran lebih banyak dialokasikan untuk kegiatan tidak langsung seperti pelatihan umum, dibandingkan intervensi spesifik bagi ibu hamil dan balita.
Program pemberdayaan UMKM pun dinilai belum menjangkau secara optimal pelaku usaha kecil di desa-desa, terutama yang membutuhkan akses permodalan dan pendampingan teknis.
Digitalisasi sebagai Solusi Efektif
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Sri Sulistyani, dalam sesi tanggapan mengusulkan pemanfaatan media sosial sebagai solusi digital untuk edukasi dan penguatan peran perempuan di wilayah terpencil.
Senada dengan itu, Sekda Kotabaru menilai digitalisasi sebagai langkah strategis untuk efisiensi anggaran tanpa mengurangi jangkauan layanan publik.
“Kita tidak selalu perlu dana besar untuk menjangkau banyak orang. Kampanye digital bisa dilakukan dengan biaya rendah, tapi dampaknya luas,” kata Eka Saprudin.
Bupati Apresiasi Evaluasi BPKP.
Dalam sesi penutupan, Bupati Kotabaru H. Muhamad Rusli hadir langsung memberikan sambutan resmi. Ia menyampaikan apresiasi atas kehadiran BPKP dan menegaskan pentingnya hasil evaluasi sebagai dasar pembenahan kebijakan ke depan.
“Mari kita jadikan hasil evaluasi ini sebagai kompas dalam merumuskan kebijakan pembangunan yang lebih baik demi kesejahteraan masyarakat Kotabaru,” ujar Bupati.
Acara diakhiri dengan penyerahan cenderamata dari Pemkab Kotabaru kepada Kepala BPKP Kalimantan Selatan, serta dokumen resmi hasil evaluasi perencanaan dan penganggaran Tahun Anggaran 2025.